Menurut Abu Ndari salah seorang Petani yang
diwawancarai langsung KM Bali 1 di areal
pertaniannya di sekitar wilayah Desa Jambu Kecamatan Pajo Kabupaten
Dompu (11/07) lalu mengatakan selain membutuhkan modal yang tidak sedikit,
tanaman bawang merah juga sangat rentan terhadap penyakit. Sehingga petani
harus merogoh kocek sangat dalam jika ingin tanamannya dapat memiliki hasil
maksimal pada masa panen nantinya.
“Bawang itu rawan penyakit. Obatnya juga
mahal”, tutur Abu Ndari. Dirinya juga menjelaskan 1 Ha lahan pertanian, dapat
menghabiskan puluhan hingga ratusan juta rupiah untuk biaya persiapan lahan,
penanaman, pemeliharaan, hingga masa panen. Biaya ini jelas Abu Ndari digunakan
untuk mebiayai ongkos buruh tani yang membantunya mengolah lahan hingga masa
pemanenan tiba.”ongkos para buruh tani saja sehari 50.000 Rupiah per orang”,
katanya.
Tidak hanya itu, para petani juga
harus rela membeli Obat-obatan yang harganya selangit jika tanamannya itu
terkena hama penyakit. Selain mahal, obat-obatan itu juga langka dijual di
pasaran di Kabupaten Dompu.
Para petani seperti abu ndari memiliki masalah
yang hampir sama saat menanam Bawang Merah di Desa Jambu yakni kurangnya
perhatian dari pemerintah seperti para penyuluh dalam memberikan pengetahuan
tambahan kepada para petani saat bertani bawang. Mereka murni hanya
mengandalkan pengalaman mereka yang sudah bertahun-tahun menekuni hal ini.
“yang
biasa mengunjungi kami langsung di lahan pertanian hanya penjual obat-obatan
pertanian. Mereka dating untuk mempromosikan obatannya. Sedangkan para Penyuluh
pertanian dari pemerintah tidak pernah dating untuk memberi penyuluhan”,
ungkapnya.
Saat
ini, Abu Ndari dan petani lain mengeluhkan mahalnya bibit Bawang Merah yang
dijual di Pasaran. “saat ini bibit yang harus kami beli sangat mahal. 4 Juta
rupiah per 100 kg”. keluhnya. Bagi Abu ndari sendiri, 100 kg bibit tersebut
belum cukup untuk mengisi lahannya seluas lebih dari 1 Ha tersebut.
Belum
lagi harus menanggung langsung beban kenaikan Bahan Bakar Minyak dalam hal ini
Solar yang biasa digunakan untuk menghidupkan mesin pengisap air tanah sebagai
sumber pengairan lahan selain air hujan.
Namun
demikian, Abu Ndari berharap agar hasil panen tahun ini jauh lebih baik dari
tahun lelu. Tahun lalu menurutnya, hampir seluruh petani bawang gagal panen
akibat serangan penyakit. Kendala itu susah diatasi olehnya karena pada masa
itu obatan sangat mahal dari biasanya. Mereka juga kurang mengenali penyakit
yang menyerang tanaman bawangnya sehingga para petani tidak begitu tahu cara
penanganan yang tepat terhadap hama tersebut. Ditambah lagi para penyuluh yang
memang terkesan lepas tangan.
Menurut
Abu Ndari, jika hasil panennya bagus, lahan pertaniannya tersebut dapat
menghasilkan lebuh kurang 30 ton Bawang merah. Jika dikalikan harga bawang
terendah saat musim panen yakni 800.000 rupiah per 100 kg.”silahkan hitung
sendiri hasilnya”. Tambahnya sambir tersenyum ringan.[KM Bali 1]
Posting Komentar