Oleh : Irmanifatul Islamiyah
KM Bali 1,-Dompu, merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Barat yang terkenal jagungnya. Daerah ini merupakan salah satu daerah yang menjadi pemasok jagung terbesar di Indonesia. Ini merupakan hasil Kerjasama yang baik antara pemerintah selaku pemangku kebijakan, serta rakyatnya selaku pelaku kebijakan.
Pemerintah disini berperan dalam proses pembuatan regulasi yang berupa Peraturan Daerah (Perda) yang bertujuan untuk memudahkan masyarakat dalam membuka lahan untuk keperluan Bertani mereka dengan maksud untuk mengangkat kondisi perekonomian mereka. Sedangkan masyarakatnya sendiri mendukung pula dengan tekad dan semangat yang tinggi untuk Bertani ini yang katanya merupakan budaya turun temurun mereka sejak nenek moyang.
Namun perlu kita tinjau kembali. Memang benar, dengan adanya kebijakan ini dapat mengangkat tingkat kesejahteraan masyarakat dan dapat membantu menurunkan angka kemiskinan di daerah tersebut. Tetapi tentu saja yang menjadi korban dengan hadirnya kebijakan ini adalah sektor lingkungan. Jika kita bandingkan keadaan alam di Dompu dari waktu ke waktu, tentu sangat signifikan perbedaannya. Jangankan dampak yang tidak terlihat, dampak yang dapat kita lihat saja sudah cukup menyayat hati.
Dampak ini pun perlahan mulai dirasakan oleh masyarakat sekitar terutama yang tinggal di daerah dekat gunung. Sumber air yang semula sangat melimpah ruah dan masih sangat alami, kini telah menjadi kering kerontang, suhu udara disekitar yang semula sejuk karena banyak pepohonan, kini telah menjadi panas dan gersang serta memberikan kesan tidak enak untuk dipandang karena semua pepohonan telah ditebang dan dialihfungsikan menjadi lahan jagung.
Bahkan yang lebih parahnya, Ketika musim penghujan, setiap selesai hujan sangat rawan terjadi banjir dan tanah longsor. Tak jarang tanah di gunung longsor dan menutupi jalan sehingga membuat jalan menjadi licin dan menyebabkan rawan terjadinya kecelakaan. Belum lagi Ketika banjir bandang datang, bencana alam tersebut dapat melumpuhkan berbagai sektor kehidupan. Mulai dari sektor ekonomi, sosial, bahkan sektor pertanian itu sendiri.
Ketika bencana sudah datang dan terjadi, lalu siapa yang mau disalahkan? Pemerintah? Masyarakat? Tentu saja dalam situasi ini tidak ada yang mau disalahkan. Semuanya seolah bersikap “cuci tangan” dan tidak mau tahu akan hal ini. Bahkan yang mirisnya lagi, masyarakat yang notabene sebagai pelaku pembabatan hutan tadi justru yang paling keras memprotes pemerintah terhadap apa yang sudah terjadi.
Sebenarnya solusi paling sederhana yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan menumbuhkan serta meningkatkan kesadaran masyarakat itu sendiri. Karena ketika kesadaran itu telah ada maka niat untuk merusak lingkungan secara berlebih pun tidak akan ada. Disini peran pemerintah pun diperlukan untuk memberi edukasi kepada masyarakat tersebut melalui sosialisasi dan berbagai metode lain.
Pemerintah Daerah, baik eksekutif maupun legislatif sebagai pemegang kekuasaan administratif sebenarnya mampu untuk merancang Perda tentang pengendalian kerusakan hutan akibat alihfungsi lahan untuk tanam jagung.
Namun, langkah strategis ini dapat dikatakan tidak mudah karena seorang Pemimpin terutama Bupati akan berhadapan dengan terpaan protes dari para pelaku perusak hutan dengan dalih menanam jagung.
Hal ini begantung sungguh pada niat dan keberanian Pemerintah daerah dalam mengeluarkan peraturan yang didalamnya ada sanksi bagi para pelanggar. Atau kalau ini tidak segera dihentikan makan dapat kita bayangkan hutan yang menyelimuti tanah Nggahi Rawi Pahu akan habis dan tinggal cerita pengantar tidur generasi selanjutnya.***
***Penulis Adalah Mahasiswa Jurusan Akuntansi, Universitas Muhammadiyah Malang
Posting Komentar