Foto IDP. Alit Sudarsana, ST, MT
Kepala Bidang Pengairan PUPR
KM Bali 1 Dompu - Proyek Sori Paranggi dan Sori Na'a di Kecematan Pekat, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, saat ini tengah disorot. Skandal di balik proyek itu, nampaknya masih bergulir.
Tidak hanya itu, kasus di balik dua proyek ini sudah dilaporkan di Kejati NTB sejak tanggal 18 juli 2022 kemarin. Sebelumnya, berdasarkan pemeriksaan fisik tanggal 4 februari Tahun 2021 dari keterangan PPTK dan konsultan pengawas. Taufan Alfathir mengungkapkan bahwa kedua paket proyek yang dikerjakan sesuai kontrak sejak tanggal 27 Oktober hingga 30 Desember 2020 dinilai belum selesai dilaksanakan. Meskipun sudah dikontrak addendum selama 50 hari terhitung tanggal 31 Desember 2020 hingga 18 februari tahun 2021.
Dia menyebutkan bahwa progres pekerjaan fisik kedua proyek tersebut yang belum tuntas dikerjakan yakni proyek Sori Paranggi sekitar 57,37 persen. Sementara proyek Sori Na'a sekitar 47,70 persen. Dari sisa anggaran fisik pekerjaan dua paket proyek yang belum tuntas dikerjakan itu, Ia mempertanyakan apakah anggaran itu menjadi silfa dalam APBD atau tidak? Jika ditelusuri nota Silfa tahun 2021 yang di kucurkan di Tahun 2022 ternyata nihil.
Dari laporan itu bukan hanya progres fisik proyek yang disebutkan. Justru sisa anggarannya juga dipertanyakan. Namun bola panas Sori paranggi soal isu suap-menyuap yang menyeret sejumlah pejabat, hingga kini belum dibongkar. Awak Media kmbali1.com kembali menelusuri sejauh mana perkembangan bola panas ini bergulir.
Terkait progres pekerjaan fisik dua paket proyek menjadi salah satu acuan laporan Taufan dikejati NTB. Kepala Bidang Pengairan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Dompu, IDP. Alit Sudarsana, ST, MT, membantah bahwa dua proyek tersebut belum tuntas dikerjakan. Dari awal kontrak hingga diberikan addendum 50 hari pertama. Ia mengaku bahwa pekerjaan itu belum selesaikan dikerjakan. Namun dari kontrak 50 hari itu, ditambah lagi kontrak biasa hingga pertengahan Maret 2021.
"Berdasarkan berita acara bahwa dua proyek yang diaddendum hingga pertengahan Maret 2021, sudah dituntas dikerjakan," ujarnya, Kamis (28/07/2022) Siang kemarin.
Alit Sudarsana menjelaskan sebelum diberikan addendum ke pemenang tender, pihaknya mengirim hasil persentase progres pekerjaan fisik tertanggal 31 Desember 2020 ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari keterangan yang dikirim ke BPK ini kemudian dituangkan ke dalam kontrak addendum.
"itu keterangan kita yang dilaporkan ke BPK bukan temuan BPK," ujarnya.
Berakhirnya masa kontrak addendum 18 febuari 2021, kata Alit, pekerjaan itu belum selesai dikerjakan karena faktor hujan. Akhirnya dia melaporkan ke BPK apakah pekerjaan ini dilanjutkan atau kontraknya diputus. Setelah dilakukan konsultasi dengan BPK maka pekerjaan itu dilanjutkan dengan addendum biasa bukan addendum kontrak resmi.
"Pada tanggal 18 februari BPK ada di sini, dan kita konsultasikan," jelasnya
Kata Alit, Kontrak addendum dan kontrak biasa itu prinsipnya sama, pasal-pasalnya juga sama, hanya saja penambahan perubahan waktu addendum. Jadi di syaratnya addendum ada pasal, jika terlambat maka setiap hari akan didenda.
"Jika pekerjaan kena addendum misalnya uangnya 2 milyar dia baru kerjakan fisiknya anggap saja 40 persen berarti masih ada sisa 60 persen, maka hitungan dendanya perhari, jumlah uang dari pekerjaan fisik 60 persen ini dikalikan satu dibagi seribu perhari," cetusnya.
Dia kembali mengingatkan bahwa pembayaran denda yang kena addendum ini sudah disetor ke kas Daerah.
Persoalan paket proyek Sori Paranggi senilai 5,6 milyar, lanjut Alit bahwa pihaknya mengajukan tender sekitar tanggal 20 agustus 2021. Namun sekitar pertengahan bulan november 2021, pihaknya menerima berkas hasil lelang yang dimenangkan oleh CV. Qaromah. Dengan waktu yang sangat terbatas ini, akhirnya proyek ini tidak jadi dikontrak.
"Sebenarnya kita mengajukan tender bulan agustus tahun 2021, ternyata ada kemunduran, pengumuman lelangnya di ULP pada pertengahan bulan november 2021," pintanya.
Karena waktu yang begitu padat akhirnya proyek ini di tender ulang. Setelah dilakukan koordinasi dengan pihak kementerian diminta dilakukan tender dini sekitar bulan Desember 2021. Dalam proses tender pada saat itu, maka tender ini dimenangkan oleh CV. Anak Negeri. Sehingga dikeluarkan Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) awal bulan januari 2022.
Proyek senilai 5,6 milyar ini sempat dituangkan dalam postur APBD tahun 2022 yang telah ditetapkan dan disahkan pihak legislator dan eksekutor di bulan November tahun 2021 lalu."Berdasarkan MoU dana Loan ini bisa dicairkan. Jika Pemda menyediakan dulu anggarannya untuk mengerjakan fisik baru di rembes," terangnya. (As)
Posting Komentar
Posting Komentar