Foto Siti, Bagian Analisis Data dan Informasi Direktorat Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial tengah verikasi data Kelompok Tani di Kantor Desa Nanga Tumpu, Selasa (13 /12) kemarin.
Direktorat Persiapan Kawasan Perhutanan Sosial, bagian Analisis Data dan Informasi, Siti membenarkan kondisi hutan di Daerah Kabupaten Dompu sangat memprihatinkan. Tidak hanya Gunung jadi botak namun justru mengundang petaka.
"Misalnya di Kecematan Kempo Desa Tolo Kalo itu sering banjir karena hamparan sepanjang mata memandang sudah tidak ada pohon." ujar Siti pada KM Bali1. Com, Selasa (13/12) pada saat verikasi data kelompok tani wadu jambu dan kelompok tani So Oi Mao di Kantor Desa Nanga Tumpu, kemarin.
Untuk itu, hadirnya program Perhutanan sosial ini, kata Siti, tujuannya untuk melestarikan kembali hutan yang sudah Gundul dan mensejahterakan masyarakat dalam mengelolah hutan lindung dan hutan produksi.
Diakuinya keberadaan kawasan hutan di Kabupaten Dompu sudah beralih fungsi dari hutan menjadi lahan pertanian dengan bercocok tanam monokultur.
Siti menegaskan bahwa program perhutanan sosial mulai diluncurkan sejak tahun 2007 silam. Sementara program ini masuk di Kabupaten Dompu sejak tahun 2013 lalu.
"Setelah verifikasi teknis Kelompok Tani Hutan (KTH) selesai maka Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan mengeluarkan SK persetujuan Pengelolahan hutan kemasyarakatan selama 35 tahun." Terangnya.
Kata pejabat dari Direktorat itu, Kelompok tani yang tergabung dalam program perhutanan sosial untuk mengelolah kawasan hutan di Dompu mencapai 20 kelompok. Bagi yang sudah tergabung dalam program ini harus melestarikan hutan, jika berada di kawasan hutan lindung tidak boleh menebang pohon. Sementara di kawasan hutan produksi harus tumpang sari. Intinya harus menanam pohon sesuai perencanaan.
Sayangnya, Pejabat dari lingkup Direktorat ini tidak menjelaskan secara detail bagaimana capaian program perhutanan sosial di Kabupaten Dompu. Padahal program ini sudah berjalan sejak tahun 2013 lalu. Tidak hanya itu, total anggaran tiap tahun yang digelontorkan untuk melestarikan hutan dan mensejahterakan masyarakat pun tidak disebutkan.
Implementasi dari program perhutanan sosial sejak tahun 2013 hingga 2022 justru menimbulkan segudang pertanyaan. Kenapa hutan tidak lestari, apakah masyarakat yang tergabung dalam program ini sudah menjalankan hak dan kewajibannya? Ataukah anggaran yang digelontorkan setiap tahun untuk apa dan buat siapa?
Tidak hanya itu, ketika di tanya soal luas kawasan yang dikelola KTH dalam program ini baik berada di kawasan hutan lindung maupun di hutan produksi pun dirinya enggan menyebutkan.
"kita harus melihat data dulu." pungkasnya. (As)
Posting Komentar