Bupati Dompu, H. Kader Jaelani, Tengah Memberikan Sambutan pada acara Diskusi Publik yang bertajuk Keserakahan manusia merajalela kepada siapa hutan berlindung? di Hotel Tursina, Kamis (2 /2) kemarin.
KM Bali 1 Dompu - Kawasan Hutan di wilayah Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat (NTB) nyaris dibabat habis. Lantaran alih fungsi lahan, untuk tanaman monokultur (tanaman jagung), hingga perambahan hutan pun makin tak terkendali. Hampir setiap Kecamatan deretan gunung yang menjulang tinggi nampaknya sudah gundul.
Kondisi hutan ini dinilai sangat memprihatinkan. Gunung yang sudah gundul, kini mengundang malapetaka. Meski hal itu merupakan ancaman dan kenyataan bagi manusia dan lingkungan sekitarnya, justru semakin marak pula kerusakan itu terjadi.
Jadi seolah-olah hutan ini seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Sepertinya hutan ini tidak ada tempat untuk berlindung? Jika merujuk data dari DLHK Provinsi NTB tahun 2018, kata Irham, SH, data kerusakan hutan di Kabupaten Dompu tercatat seluas 4.150 ha Hutan Produksi. Hutan lindung seluas 3.792 ha. Sementara Hutan Konservasi seluas 832 ha.
Irham, yang juga moderator pada saat diskusi publik yang bertajuk "Keserakahan Manusia Merajelela kepada siapa Hutan Berlindung,?" yang digelar di Hotel Tursina, Kamis (2/2/2023) kemarin, mengatakan bahwa data yang dirilis DLHK Provinsi NTB itu hanya bersifat teoritis jika dibandingkan faktanya di lapangan justru eskalasi kerusakan ini jauh lebih besar dari data yang disebutkan itu.
Dari diskusi publik yang dihadiri Bupati Dompu, H. Kader Jaelani, Ketua DPRD Dompu, Andi Bactiar Amd, Par, Kepala BKPH Topaso, pihak mewakili Ampang Riwo, perwakilan Dandim, Aktivis, LSM dan Mahasiswa beberapa waktu lalu tampaknya Pemerintah Daerah serius untuk menyelesaikan atau melestarikan kembali hutan yang sudah rusak.
Meski kewenangan yang mengatur dan mengawasi kawasan hutan ini sudah dilimpahkan ke Pemerintah Provinsi dan Pusat. Namun Pemerintah Daerah tetap berupaya, meski pun saat ini hanya menanggung dampak dari kerusakan lingkungan.
Dari sambutannya, Bupati Dompu, H. Kader Jaelani menyayangkan atas kerusakan hutan yang tengah terjadi. Yang paling dikhawatirkan itu hampanya oksigen. Meski kondisi demikian, ia mengaku dari awal menjabat Bupati, dengan tulus hati mau menyelesaikan persoalan tersebut.
"Insyah Allah nanti kita libatkan semua pihak termasuk Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Meski kewenangan kita di Pemerintah daerah sudah dibatasi tapi tidak boleh menunggu gerakan pemilik kewenangan," paparnya,
Terkait ketersediaan anggaran untuk pengawasan hutan, kata kader Jaelani, Pemerintah Daerah bakal siap mendanainya, jika ada regulasi yang mengatur tentang itu. Tidak hanya itu, Ia mendorong kepada teman-teman aktivis yang menggelar kegiatan ini, untuk meminta ke pemerintah pusat agar kewenangan soal kawasan hutan diserahkan kembali ke Pemerintah Daerah. Bupati meminta agar kegiatan itu tidak hanya bersifat seremonial belaka akan tetapi harus berdampak positif bagi masyarakat umum.
Hal serupa dikatakan ketua DPRD Dompu, Andi Bactiar Amd, Par, bahwa dirinya sangat prihatin dengan kondisi hutan yang nyaris dibabat habis. Jika Pemerintah Daerah tidak memiliki kewenangan yang absolut soal pengawasan hutan maka sepanjang itu pula maraknya aktivitas kerusakan hutan di Dompu. Meskipun pada masing-masing wilayah ada BKPH dan Resor namun jumlah Sumber daya yang tersedia tidak sebanding dengan luas kawasan hutan yang harus diawasi. Artinya dari sisi SDM hingga porsi anggarannya sangat terbatas. Jika ada celah untuk mengatur tentang pengawasan hutan, pihaknya berjanji bakal menyiapkan sisi anggarannya hingga regulasinya (Perda).
Kata Andi Bactiar soal program rehabilitasi hutan dan perhutanan sosial justru melenceng dari sisi regulasi. Meskipun milyar anggaran yang digelontorkan untuk program tersebut bakal tidak terwujud, jika masih ditanami jagung. Menurutnya, ketika pestisida dan pupuk untuk tanaman jagung yang berada di dalam kawasan hutan lindung maupun produksi maka sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman lain. Artinya program rehabilitasi hutan di Kabupaten Dompu pasti gagal.
Dijelaskan, Begitu pula dengan program perhutanan sosial yang dikelola oleh masyarakat lebih kurang 35 tahun hingga bisa diperpanjang justru tidak sesuai substansinya. Mestinya, beberapa tahun belakangan ini ada tanaman pohon yang tumbuh dengan pola tertentu. Namun faktanya hingga saat ini justru tidak nampak. Hutannya tidak ada, malah tumbuh tanaman jagung. Untuk itu, Dirinya menegaskan jika ekonomi menjadi alasan kerusakan hutan tanpa mempertimbangkan sisi ekologi dan ekosistem, menurutnya itu sangat berbahaya.
"Saya tidak sepakat hutan digundulin," tegasnya.(As)
Posting Komentar