Foto Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah (Kiri) dengan Bupati Dompu, H. Kader Jaelani (Kanan). Di bawah foto keduanya merupakan potret perambahan hutan di perbatasan langsung Desa Madaprama, Kecematan Woja dengan Desa Teka Sire Kecematan Manggelewa (Dok. kmbali1.com).
Informasi sementara, data kerusakan hutan di bagian wilayah kerja Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan Toffo Pajo Soromandi yang dihimpun media kmbali1.com, tercatat seluas 70.000 hektar. Sementara data kerusakan hutan di BKPH Ampang Riwo dan Tambora masih berupaya dilakukan konfirmasi seberapa besar luas kerusakan kawasan di wilayah kerjanya masing-masing?
Pihak Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Nusa Tenggara Barat (DLHK NTB) melalui BKPH Topaso, Farok S.Hut mengaku bahwa kerusakan hutan di wilayah kerjanya akibat perambahan alih fungsi lahan. Angka kerusakan itu, kata dia, sangat sulit untuk dipulihkan. Jika semua pihak tidak terlibat untuk menyelamatkan kembali hutan yang kian gundul.
Meski pengelolaan hutan di wilayah BKPH Topaso merupakan tupoksinya, Ia menyadari bahwa angka kerusakan kawasan hutan yang dikelolanya tersebut tidak sebanding dengan jumlah petugas lapangan. "Kita memiliki keterbatasan sumber daya, para petugas maupun biaya operasional." akuinya, Kamis (2/3) kemarin.
Eskalasi kerusakan ini, para pihak saling melempar tanggung jawab. Meski urusan kehutanan ini sudah di atur dalam regulasi namun bentuk pengelolaannya justru tidak sesuai petunjuk teknis. Jika merujuk aturan yang tertuang nomor 23 tahun 2014 tentang kehutanan, kewajiban pengelolaan Hutan di bebankan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
Dalam aturan tersebut pembagian urusan pemerintahan dibidang kehutanan, dibagi atas sub urusan perencanaan hutan, kewenangannya Pemerintah pusat. Diantaranya sebagai penyelenggaraan inventarisasi hutan, penyelenggaraan pengukuhan kawasan hutan, penyelenggaraan pembentukan wilayah pengelolaan hutan dan penyelenggaraan rencana kehutanan nasional.
Sementara Sub urusan pengelolaan hutan kewenangannya pemerintah pusat dan Pemerintah Provinsi. Dalam urusan ini, Pemerintah Provinsi sebagai pelaksanaan tata hutan Kesatuan Pengelolaan kecuali pada kesatuan pengelolaan hutan konservasi (KPHK).
Selain itu, Pemprov juga sebagai pelaksanaan rehabilitasi di luar kawasan hutan negara, Bahkan sebagai pelaksanaan perlindungan hutan di kawasan hutan lindung dan hutan produksi.
Jika mengacu pada aturan itu semestinya Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang berperan aktif untuk memulihkan atau melestarikan kembali hutan yang sudah hancur. Namun urusan itu, lagi-lagi menyisakan sederet persoalan.
Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah, S. E., M. Sc menyudutkan tupoksinya lantaran perambahan hutan yang tidak terkendali. Pejabat nomor satu di NTB ini, soal kerusakan itu, justru mengingatkan kepada Pemimpin Dompu untuk kembali melestarikan hutan lantaran janji politiknya. Seolah-olah pernyataan itu dan urusan tersebut dilimpahkan ke Bupati Dompu di bawah kepemimpinan AKJ-SYAH. "melestarikan hutan itu kan janji politiknya Bupati Dompu." ujarnya kepada sejumlah media. Saat berkunjung di Dompu pada acara road show tahun 2022 lalu.
Kendati demikian, Bupati Dompu, H. Kader Jaelani mengaku Pemerintah Kabupaten Dompu tidak memiliki kewenangan apa-apa soal urusan hutan. Meskipun kerusakan itu berada di wilayah kekuasaannya. Padahal sosok Pemimpin Bumi Nggahi Rawi Pahu ini justru memiliki niat yang tulus untuk bagaimana memulihkan kembali hutan. Namun di sisi lain, keinginan itu bakal tidak terwujud lantaran berbenturan dengan aturan. Meski disekat oleh aturan, ada langkah dan upaya lain, oleh Pemkab Dompu bagaimana kewenangan itu di limpahkan kembali ke Pemerintah Kabupaten.
Foto Kabag hukum setda dompu, (tengah) bersama Aminullah, S.H (samping kiri), Bincang-bincang soal kerusakan hutan pada Juma't (3/3).
Kepala Bagian (Kabag) Hukum Setda dompu, Momon Soeherman, dikonfirmasi di ruang kerjanya Jum'at (3/3/2023) kemarin membenarkan bahwa Pemerintah Kabupaten Dompu tidak memiliki kewenangan sedikit pun urusan hutan. Jika dilihat dari aturan tersebut, soal kerusakan hutan ini merupakan tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi. "Soal dudukan regulasi nomor 23 tahun 2014 tentang Kehutanan lebih jelasnya dikonfirmasi ke Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kabupaten, apabila ada keberatan soal pengelolaan hutan silahkan bersurat." katanya.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Dompu, Jufri, ST, menyetujui bahwa kawasan hutan lebih baik ditutup. Dari pada bentuk pengelolaannya tidak jelas. Jika dibiarkan begitu, dapat mengakibatkan dampak lingkungan. Selain sedimentasi, kerusakan lingkungan seperti banjir dan longsor. Penyediaan air bersih untuk masyarakat semakin berkurang.
"Kawasan hutan harus di Tutup. Lebih baik hutan ini dibiarkan begitu, nanti akan tumbuh sendiri pohon-pohonya di samping ada upaya penghijauan." Tuturnya.
Untuk itu, dalam waktu dekat, kata bang jef, pihaknya akan bersurat ke Pemerintah Pusat dan berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi agar melestarikan kembali kawasan hutan. "Iya nanti kita akan bersurat dan meminta agar Pemerintah Pusat menutup kawasan hutan." Pungkasnya (As).
Posting Komentar