Ilustrasi |
KM Bali 1-Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Dompu 2024 semakin mendekat, dan dengan itu, suhu politik di Kabupaten Dompu kian memanas. Dua tokoh yang paling disorot dalam kontestasi ini adalah Bambang Firdaus (BBF), seorang pengusaha ternama, dan petahana Abdul Kader Jaelani (AKJ). Namun, isu finansial yang menyelimuti persiapan mereka menimbulkan pertanyaan mendalam tentang integritas dan kualitas kepemimpinan yang akan ditawarkan kepada masyarakat Dompu.
BBF, yang dikenal dengan latar belakang bisnisnya, dilaporkan tengah berupaya mencari calon wakil yang siap mendukungnya baik secara politik maupun finansial. Dalam negosiasi dengan beberapa tokoh, termasuk Agil Mandiri dari PKB dan Sirajuddin dari PPP, muncul kabar bahwa BBF mensyaratkan dana politik yang cukup besar untuk mendampingi dirinya. Meski BBF membantah keras isu tersebut dan menyatakan bahwa komitmen politik tidak semata-mata didasarkan pada uang, kenyataan bahwa isu ini beredar memperlihatkan betapa besar pengaruh uang dalam proses politik lokal.
Di sisi lain, AKJ, meski sudah memasang baliho dengan H. Syahrul Parsan, ST sebagai pasangannya, masih dikabarkan mencari figur alternatif, termasuk Agil Mandiri dan Arman dari STKIP Yapis Dompu. Ini menunjukkan bahwa AKJ pun belum sepenuhnya mantap dengan pilihan wakilnya, menambah ketidakpastian dalam dinamika politik Dompu.
Fenomena ini mendapat tanggapan dari pengamat politik seperti Ilyas Yasin dari STKIP Yapis Dompu, yang menegaskan bahwa tingginya biaya politik adalah realitas yang harus dihadapi oleh setiap calon. Menurutnya, mahalnya biaya politik sering kali disebabkan oleh tingginya mahar yang dipatok partai pengusung, yang pada gilirannya dapat memicu praktik korupsi oleh kepala daerah terpilih. Pendapat ini menyoroti masalah sistemik dalam politik Indonesia, di mana uang menjadi faktor penentu utama dalam pencalonan dan kampanye.
Penting untuk dicatat bahwa masyarakat Dompu membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mampu menggalang dana tetapi juga memiliki integritas dan visi untuk membangun daerah. Jika kandidat terlalu fokus pada aspek finansial, risiko yang dihadapi adalah pemerintahan yang lebih mengutamakan pengembalian modal kampanye daripada kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, dorongan untuk praktik politik tanpa mahar, seperti yang diusulkan oleh Ilyas Yasin, harus menjadi perhatian utama untuk mencegah terjadinya korupsi di tingkat lokal.
Dalam konteks ini, transparansi dan komitmen terhadap pelayanan publik harus menjadi kriteria utama dalam menilai para calon. Masyarakat Dompu harus kritis dan tidak terjebak dalam janji-janji yang diwarnai oleh kekuatan uang. Mereka harus memastikan bahwa pemimpin yang mereka pilih benar-benar memiliki niat dan kemampuan untuk membawa perubahan positif, bukan hanya memanfaatkan posisi untuk kepentingan pribadi dan kelompoknya.
Sebagai penutup, Pilkada Dompu 2024 bukan hanya tentang siapa yang memenangkan kursi bupati, tetapi juga tentang bagaimana proses politik yang berlangsung dapat mencerminkan nilai-nilai demokrasi yang sehat dan berintegritas. Masyarakat Dompu berhak mendapatkan pemimpin yang mampu membawa mereka menuju kemajuan dan kesejahteraan tanpa terjebak dalam permainan uang dan kekuasaan.[Oz]
Posting Komentar