KM Bali 1, Dompu - Polemik PT Sumbawa Timur Mining (STM) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, nampaknya terus bergulir. Aktivitas perusahaan itu seolah-olah luput dari pantauan publik. Tapi kenyataannya dibalik kegiatan eksplorasi itu, justru sederet masalah perlahan-lahan mulai terungkap.
Keterbukaan informasi publik pun kembali dipertanyakan. Publik menilai selama aktivitas yang disebut-sebut agenda eksplorasi itu terkesan tertutup. Salah satunya soal jumlah batuan sampel yang dikirim ke laboratorium hingga di ekspor ke luar negeri hingga kini datanya masih misterius. Akibatnya, memicu spekulasi publik antara kebenaran data dengan fakta.
Meski STM resmi merilis temuan hasil eksplorasi sumber daya mineral tahun 2020 lalu yang diperkirakan 1.7 milyar ton. Namun dari temuan deposit Onto itu tidak disebutkan jumlah batuan sampel atau cor sampel yang di analisis. Begitu pula temuan tahun 2022 lalu yang diperkirakan mencapai 2 milyar ton. Lagi-lagi pihak perusahaan malah enggan membeberkan jumlah batuan sampel yang diuji di laboratorium.
Tidak hanya itu, soal perpanjangan kegiatan eksplorasi juga jadi sorotan. Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), MPO, Cabang Dompu, Pridiman menyayangkan sikap pemerintah dalam mengawasi kegiatan eksplorasi di perusahaan tersebut. Padahal dalam Peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2020, izin eksplorasi diberikan paling lama 8 tahun. Dari aturan itu, kata dia, STM sudah melampaui izin. Nyatanya, STM masih melakukan eksplorasi di wilayah tersebut.
Berlarutnya kegiatan eksplorasi perusahaan itu patut dipertanyakan, Jika Pemerintah tidak mampu mengawasi atau mengontrol kegiatan STM, lantas bagaimana Pemerintah meyakinkan publik?
Pridiman menegaskan jika kehadiran perusahaan itu hanya diperuntukkan segelintir pihak-pihak tertentu justru memicu polemik berkepanjangan. Ia menyebut STM jadi sumber masalah, ketimbang menciptakan kesejahteraan masyarakat Dompu pada umumnya, lebih baik izin eksplorasinya dicabut.
HMI Cabang Dompu Minta Pemerintah Cabut Izin Eksplorasi PT Sumbawa Timur Mining, Dompu, Nusa Tenggara Barat. (Dokumentasi Aksi unjuk Rasa (30/9/2024).
Tim Komunikasi PT Sumbawa Timur Mining, Adam Rahadian Ashari, merespon lewat surat elektroniknya ke meja redaksi, Kamis (3/10) kemarin, justru menepis spekulasi publik. Kata Dia, melalui Principal Communications PT Sumbawa Timur Mining, Cindy Elza menjelaskan bahwa Perusahaan menguji sampel batuan dalam satuan meter (core sample), bukan dalam satuan tonase. Pengujian ini dilakukan untuk memastikan tingkat keyakinan potensi mineral dan juga memahami karakteristik endapan mineral.
Sementara Pengujian sampel dilakukan di laboratorium Intertek yang berada di Indonesia, tepatnya di Sumbawa dan Jakarta. Ia menyebutkan bahwa dianalisis dalam laboratorium antara lain analisa geoteknik, metalurgi, geokimia, dan kandungan mineral. Secara lengkap mengenai layanan analisis core sample terdapat dalam website intertek.
"Pada kondisi di mana fasilitas laboratorium di Indonesia tidak memadai untuk melakukan pengujian, maka sebagian kecil sampel akan dikirimkan ke laboratorium di luar negeri dengan terlebih dulu melengkapi izin ekspor yang diawasi ketat oleh pemerintah." Katanya.
Menurut pengakuan pihak perusahaan pengujian sampel merupakan hal yang wajib dan pasti dilakukan perusahaan tambang di masa eksplorasi dengan tujuan untuk mengambil data selengkap-lengkapnya bagi keperluan perencanaan penambangan di masa yang akan datang.
Bahkan STM senantiasa mengikuti aturan-aturan yang berlaku dan melaporkan hasil analisa teknis tersebut secara triwulan kepada Dirjen Minerba Kementerian ESDM.
Namun sayangnya, pihak perusahaan sebagai Pemegang Kontrak Karya tidak menyebutkan berapa jumlah batuan atau cor sampel yang dikirim ke laboratorium maupun di ekspor ke luar negeri.
Bagaimana Polemik soal Izin Eksplorasinya?
Dijelaskan Adam Rahadian bahwa PT Sumbawa Timur Mining (STM) mengelola Proyek Hu'u. Sebuah proyek eksplorasi tembaga yang beroperasi berdasarkan Kontrak Karya (KK) Generasi ke-7.
Kata dia, Perusahaan masih melakukan serangkaian studi intensif untuk menentukan seluruh aspek kelayakan penambangan Deposit Onto. Mereka menyebutkan Deposit ini memiliki keunikan tersendiri karena terletak sekitar 600 meter di bawah permukaan bumi dan saling terjalin dengan sistem panas bumi dengan suhu mencapai 80-110 derajat celsius.
Selain itu, tingkat kompleksitas yang tinggi tersebut membuat STM perlu membuat studi mendalam pada fase eksplorasi tahap pra-studi kelayakan ini.
Lebih lanjut kata dia, bahwa penyesuaian dan peningkatan tahap kegiatan pertambangan diatur dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No. 110 K/30/MEM/2020.
"STM memenuhi kriteria teknis dan persyaratan perpanjangan masa eksplorasi sehingga setiap tahun dapat melakukan perpanjangan waktu kegiatan eksplorasinya sepanjang dirasa perlu. STM harus memastikan bahwa operasi produksi kelak aman untuk dilakukan, dengan mengedepankan prinsip keselamatan dan perlindungan lingkungan." katanya.
Menurutnya eksplorasi pertambangan bawah tanah (underground mining) pada umumnya membutuhkan waktu sekitar 15-25 tahun. Tergantung pada tingkat kompleksitas yang dihadapi. Kompleksitas tersebut dapat berupa lokasi kegiatan eksplorasi yang sulit diakses melalui jalur darat, lokasi berada pada zona hidrotermal, tantangan geologi, serta kompleksitas perizinan.
"STM optimistis dapat menyelesaikan tahapan eksplorasi dan memulai tahapan konstruksi pada tahun 2028 dengan dukungan berbagai pihak. STM percaya, bahwa proyek ini akan memberikan dampak positif bagi Indonesia." pungkasnya.
Berembus Eksplorasi STM Berlarut, Tanggapan pihak ESDM Tak Kunjung Datang?
Polemik seputar perpanjangan eksplorasi PT Sumbawa Timur Mining (STM) di Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, semakin memanas. Hingga saat ini, pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belum memberikan tanggapan resmi terkait desakan masyarakat yang meminta peninjauan ulang izin eksplorasi perusahaan tersebut.
Padahal kegiatan eksplorasi STM, yang telah berlangsung sejak 2008, dianggap telah melampaui batas waktu yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2020, yang menetapkan jangka waktu maksimal delapan tahun untuk eksplorasi mineral logam. Kendati demikian, hasil eksplorasi itu mestinya disosialisasikan kepada publik.
Publik menilai minimnya tindakan dari Kementerian ESDM semakin memicu kekecewaan di kalangan masyarakat dan aktivis lingkungan. Mereka menuntut transparansi terkait hasil eksplorasi STM, terutama soal pengiriman sampel batuan ke laboratorium luar negeri dan dampak lingkungan yang muncul dari aktivitas tersebut.
Mestinya sosialisasi hasil pelaporan eksplorasi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat perlu dilakukan, untuk menepis spekulasi publik.
Jika tidak ada tanggapan dari Menteri ESDM, justru semakin memperkuat dugaan bahwa pemerintah pusat tidak serius dalam menangani polemik ini. Sementara publik berharap agar pemerintah segera memberikan klarifikasi serta penegasan untuk menyelesaikan permasalahan yang telah berlangsung terlalu lama.
Awak Media
kmbali1.com mengkonfirmasi via WhatsApp, salah satu pejabat di Kantor ESDM Nusa Tenggara Barat, Rabu, (2/10) kemarin menyebutkan bahwa PT Sumbawa Timur Mining diawasi langsung dari pusat. "Mohon ijin pak, PT. STM itu PMA jadi bukan kami yang punya kewenangan dan Pengawasan langsung dari pusat pak." pungkas dia yang enggan disebutkan namanya. (Alon)
Posting Komentar