Kegiatan Eksplorasi PT. STM |
KM Bali 1, Hu'u – PT. Sumbawa Timur Mining (STM) akhirnya merespons setelah sekian lama diam, menyusul berbagai kritik yang dilayangkan terkait dugaan ketidaktransparanan dalam penerapan keselamatan kerja (K3) dan pembayaran pajak daerah. Klarifikasi perusahaan ini disampaikan pada Jumat malam (18/10/2024) melalui Divisi Media Relations, Cindy Elza, yang memberikan tanggapan mengenai sejumlah masalah yang telah menarik perhatian publik.
Terkait kecelakaan kerja, PT. STM mengakui adanya insiden yang melibatkan seorang pekerja subkontraktor pada Juli 2024. Pekerja yang mengalami kecelakaan tersebut saat ini tengah menjalani pemulihan di kampung halamannya setelah mendapatkan perawatan medis. Menurut STM, perusahaan telah meminta subkontraktor yang bersangkutan untuk mengikuti prosedur pelaporan insiden sesuai aturan yang berlaku. Mereka juga mengklaim telah melaporkan kejadian ini kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Inspektur Tambang, serta pihak terkait lainnya.
Untuk isu pajak daerah, STM menegaskan bahwa mereka telah memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan peraturan yang berlaku, yang dibuktikan dengan penghargaan sebagai kontributor pajak terbesar yang diberikan oleh KPP Raba Bima. Mereka juga menyinggung pernyataan Staf Ahli Keuangan Bupati Dompu yang mengakui bahwa belum ada peraturan daerah yang jelas mengenai penarikan retribusi pajak. Meski demikian, STM menyatakan kesediaan untuk mematuhi peraturan yang akan diberlakukan di masa depan.
Meski kini STM mau membuka suara, sikap awal perusahaan yang enggan memberikan penjelasan kepada media dan masyarakat memicu kecurigaan lebih lanjut. Keengganan STM untuk menghadiri undangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Dompu guna berdialog dengan aliansi mahasiswa dan masyarakat hanya memperkuat kesan bahwa perusahaan tidak bersedia menghadapi kritik secara langsung.
Lebih jauh, tudingan terhadap STM tidak hanya berhenti pada isu K3 dan pajak. Aktivitas pertambangan yang mereka lakukan juga disorot karena diduga merusak lingkungan, terutama kawasan hutan wilayah Hu'u. Kelompok mahasiswa dan masyarakat yang terdampak langsung bahkan mengancam akan membawa masalah ini ke ranah hukum dan melaporkannya hingga ke tingkat nasional, termasuk kepada Presiden Joko Widodo, yang dianggap bertanggung jawab atas pemberian izin pengelolaan proyek Blok Onto dengan potensi cadangan tambang sebesar 2,1 miliar ton.
Meski STM telah mengeluarkan klarifikasi, masih ada banyak pertanyaan yang belum sepenuhnya terjawab. Keberadaan perusahaan besar seperti STM di wilayah Dompu terus dipantau oleh masyarakat, yang menginginkan lebih dari sekadar janji patuh pada regulasi—mereka ingin melihat transparansi yang nyata serta komitmen perusahaan dalam menjaga keselamatan kerja, lingkungan, dan kewajiban sosial dari satu-satunya Perusahaan Tambang terbesar di Kabupaten Dompu ini.[KM]
Posting Komentar