Ilustrasi


KM Bali 1, Hu'u –Sejumlah Mitra kerja PT Sumbawa Timur Mining (STM) mengungkapkan keluhan terkait operasional perusahaan yang dinilai merugikan. Alih-alih memperoleh keuntungan dari kerja sama, beberapa vendor justru mengaku mengalami kerugian akibat ketidakjelasan mekanisme kerja dan pembayaran yang tidak sesuai harapan.  

"Kerja sama dengan STM di atas kertas terlihat menjanjikan, tapi dalam praktiknya justru membebani kami. Bukan untung, malah buntung," ujar salah satu perwakilan vendor, Kamis (17/10) kemarin. Ia menuding STM tidak konsisten dalam menjalankan perjanjian, terutama pembayaran dan mekanisme operasional.  

Selain pembayaran yang kerap terlambat, vendor juga mengeluh perubahan kebijakan mendadak dan proses administrasi yang rumit. Kondisi ini membuat mitra kesulitan mengatur arus kas, terutama bagi usaha kecil yang bergantung pada kontrak dengan STM. "Kami harus tetap beroperasi meski pembayaran sering telat. Ini sangat memberatkan, terutama bagi vendor kecil," tambahnya.  

Amirullah, dari Aliansi Peduli Masyarakat Desa Hu'u diwaktu yang sama secara terpisah, menyatakan bahwa masalah tersebut mencerminkan lemahnya manajemen STM, serta kurangnya komitmen membangun hubungan bisnis yang sehat dengan mitra lokal. "Ini merugikan bukan hanya bagi vendor, tapi juga perekonomian daerah. Jika vendor terus merugi, dampaknya bisa lebih luas," tegasnya.  

Ia juga menyoroti tidak adanya pengalihan keahlian dari tenaga kerja asing ke tenaga kerja lokal, meskipun aturan mewajibkan transfer keterampilan jika kontrak lebih dari enam bulan. Tapi modusnya pihak perusahaan mengatur kontrak agar tidak melebihi enam bulan. "RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) seharusnya tidak terbit tanpa pengalihan keahlian," ujarnya.  

Amirullah menambahkan bahwa pihak STM kurang transparan terkait izin tinggal terbatas (ITAS) dan izin tinggal tetap (ITAP) bagi tenaga asing. "Perlu ada klarifikasi dari pihak imigrasi atau Tim Pengawasan Orang Asing (Timpora) mengenai status pekerja asing di STM," katanya.  

Ia juga menuduh STM menutupi informasi terkait kecelakaan kerja dua tenaga Kerja Lokal (TKL). "Meski STM mengklaim telah memberikan klarifikasi beberapa waktu lalu, namun beberapa informasi penting justru ditutup-tutupi," bebernya. Ia kembali mengungkapkan, pada tahun 2023, seorang karyawan asal Desa Adu meninggal dunia di lokasi kerja, dan awal 2024, Warga asal Desa Rasabou tewas dalam kecelakaan akibat menabrak mobil pemasok PT. PSU. "Dua warga lingkar tambang meninggal dunia akibat kecelakaan kerja," bebernya.  

Amirullah menilai STM sengaja tidak melaporkan insiden ini ke pengawas ketenagakerjaan. "Setiap tahun mereka merayakan jutaan jam kerja tanpa insiden. Tahun ini kemungkinan mereka akan merayakan lima juta jam tanpa kecelakaan, padahal faktanya ada insiden fatal," ujarnya.  

Diketahui, Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Dompu, Miftahul Suhada, menyebutkan bahwa triwulan ke II (Dua) 2024 hingga Juni tahun 2024, PT STM mempekerjakan 52 orang, dengan rincian 7 tenaga lokal, 44 non-lokal, dan 1 tenaga asing. Perusahaan lain seperti PT Persinkolly Indonesia mempekerjakan 53 orang non-lokal tanpa pekerja asing, dan PT Just Alvin Sukses mempekerjakan 31 tenaga lokal.  

Selain itu, jumlah tenaga kerja outsourcing mencapai 1.109 orang, terdiri dari 759 tenaga lokal, 342 non-lokal, dan 8 tenaga asing.  

Menanggapi keluhan vendor, Miftahul berjanji akan melakukan koordinasi dengan STM. "Kami akan pastikan STM memenuhi kewajibannya kepada mitra. Kerja sama ini harus saling menguntungkan, bukan merugikan pihak lokal," tegasnya.

Principal Communications PT Sumbawa Timur Mining, Cindy Elza sebelumnya mengaku seorang pekerja subkontraktor STM mengalami kecelakaan kerja. "Korbannya asal Jawa Timur dan kini menjalani pemulihan di kampung halamannya," pungkasnya.

Hingga berita ini dipublikasikan, pihak STM belum memberikan tanggapan resmi terkait dua warga lokal meninggal dunia akibat kecelakaan kerja meski telah dikonfirmasi.(Alon) 

Posting Komentar

 
Top