Feryal (kopiah hitam)
Ketua Mio NTB


Mataram, kmbali1.com — Menyusul undangan resmi hearing dari Komisi IV DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) terkait dugaan kerusakan lingkungan oleh PT Sumbawa Timur Mining (STM), Ketua Media Independen Online (MIO) NTB, Feryal, menyatakan sikap tegas meminta agar operasional perusahaan tambang itu dibuka secara transparan.

Dalam keterangannya, Feryal menegaskan bahwa MIO NTB akan menghadiri hearing tersebut bersama sejumlah pihak, termasuk beberapa komisi di DPRD dan dinas terkait seperti Dinas Perizinan, Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), serta Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Hearing dijadwalkan berlangsung pada Jumat, 2 Mei 2025, di ruang rapat pleno lantai satu Gedung DPRD NTB.

"Kita berharap ada jalan untuk membuka informasi terkait operasional STM, khususnya terkait keberadaan kolam raksasa, lokasi-lokasi pengeboran, dan tanggung jawab mereka terhadap keterbukaan informasi publik," tegas Feryal saat dikonfirmasi via Whatsapp Selasa, 29 April 2025 siang tadi.


Ia mengakui bahwa PT STM beroperasi di bawah izin Kontrak Karya yang kewenangannya berada di pemerintah pusat. Namun, Feryal menekankan, persoalan lingkungan dan keterbukaan informasi di daerah juga harus mendapatkan atensi serius dari semua pihak, termasuk media sebagai penyampai informasi alternatif kepada masyarakat.

"Media harus menjadi pengawas yang profesional, independen, dan konstruktif. Kita harus membuka tabir permasalahan ini sehingga masyarakat mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya," tambahnya.

Feryal juga mengungkapkan keprihatinannya terkait temuan sejumlah titik bekas pengeboran yang sudah bertahun-tahun dibiarkan tanpa reklamasi. Ia menyebut, PT STM beralasan lokasi tersebut akan digunakan kembali, namun menurutnya, hal ini bertentangan dengan ketentuan hukum.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, perusahaan diwajibkan melakukan reklamasi setelah kegiatan eksplorasi. Kewajiban tersebut diperjelas lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, khususnya pada Pasal 21 yang mengharuskan reklamasi dilakukan paling lambat 30 hari kerja setelah berakhirnya aktivitas eksplorasi di suatu titik.

"Ini bukan hanya masalah administrasi, tapi soal tanggung jawab lingkungan yang langsung berdampak ke masyarakat sekitar," tegas Feryal.

Hearing pada 2 Mei mendatang diharapkan menjadi momentum untuk mendesak keterbukaan informasi dari PT STM dan mendorong langkah-langkah tegas terhadap potensi pelanggaran lingkungan yang terjadi di wilayah Dompu dan sekitarnya.[KM02]

Next
This is the most recent post.
Previous
Posting Lama

Posting Komentar

 
Top