
Dompu, kmbali1.com — Arah baru dalam kasus dugaan pencaplokan kawasan hutan oleh Direktur Perusahaan Lancar Abadi (LA) mulai terkuak. Pada Senin (21/7), kuasa hukum pelapor resmi mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Dompu. Gugatan ini teregister dengan nomor perkara PN DPU-687DD8E5363DD, menandai babak baru perlawanan hukum atas kasus yang dinilai publik “diseret-lambat”.
Juanda, SH, MH selaku kuasa hukum pelapor, membenarkan langkah hukum ini. “Permohonan praperadilan sudah teregister di PN Dompu. Ini bukti bahwa kami serius menuntut kejelasan dan kepastian hukum atas mandeknya proses penanganan kasus ini,” ujarnya, Rabu (23/7) pagi.
Kasus dugaan pencaplokan kawasan hutan yang menyeret Direktur LA berinisial TJS memang telah lama mengendap. Meski penyidik Gakkum KLHK Wilayah Jabalnusra sudah menetapkan tersangka, melakukan penahanan, dan menyita aset bangunan, namun proses hukum justru tampak jalan di tempat.
Pelapor kasus, Nurdin, mengungkapkan kekecewaannya. Ia menyebut kejaksaan sempat mengembalikan berkas perkara (P-19) karena alasan kelengkapan formil belum terpenuhi. Tapi anehnya, setelah itu tak ada tindak lanjut berarti dari pihak penyidik.
“Padahal tersangka sudah ditahan, dua saksi ahli dan alat bukti sudah ada. Unsur Pasal 184 KUHAP pun terpenuhi. Tapi malah terkesan dibiarkan,” beber Nurdin pada Selasa (9/6). Ia bahkan menuding adanya dugaan pembiaran sistematis. “Kalau memang serius, berkas sudah bisa dilengkapi. Ini malah terkesan pembiaran,” tambahnya.
Lebih lanjut, Nurdin menyoroti lemahnya komunikasi dan transparansi dari pihak penyidik. “Tidak ada perkembangan yang kami terima. Bahkan pemberitahuan resmi pun nihil. Kami sebagai pelapor hanya bisa menunggu di tengah ketidakpastian,” keluhnya.
Menariknya, penyidik Gakkum Jabalnusra bernama Ikwan sempat berjanji akan bertolak ke Jakarta untuk menyempurnakan berkas perkara. Namun, hingga kini belum ada kabar lanjutan soal keberangkatan itu. Situasi inilah yang mendorong pelapor mengambil jalur praperadilan.
Langkah praperadilan ini dipandang sebagai upaya strategis untuk menekan penyidik agar tak lagi menunda-nunda proses hukum. Dengan telah disitanya aset, ditetapkannya tersangka, dan terbitnya surat penetapan sita dari PN Dompu, publik berharap tak ada lagi alasan untuk menunda keadilan.
“Praperadilan ini bukan semata soal prosedur. Ini tentang integritas penegakan hukum. Kalau dibiarkan, akan jadi preseden buruk dalam perlindungan kawasan hutan di Dompu,” pungkas Juanda. Alon