
Dompu, kmbali1.com-Salah satu ciri khas yang di miliki Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat adalah hamparan padang rumput yang membentang luas di kaki Gunung Tambora. Kawasan yang dikenal Savana ini kerap dijuluki “Afrika Van Dompu” sebab keindahannya serupa di Afrika.
Tidak hanya menawarkan panorama alam yang memukau bagi siapa saja yang hendak melintasi jalur lintas Calabai. Di kawasan itu juga menyajikan tempat wisata lokal yang memanjakan mata. Seperti pantai Hodo, Sarae Nduha, Doro bente, Doro mboha, Dorocanga, Doro tabe hingga bagian selatan Taman Nasional Tambora yang menjulang tinggi.
Tampak ciri khas rumput membentang luas, puluhan ribu ternak dilepas liar merumput sejauh mata memandang. Bahkan Pemerintah Daerah (Pemda) Kab. Dompu telah menetapkan lokasi tersebut sebagai areal pelepasan ternak.
Tapi dibalik keindahan tempat itu justru menyimpan “sejuta cerita pilu”. Beberapa tahun belakangan ini mencuat konflik antara petani dan peternak gegara saling merebut lahan hingga akvitas galian C. Mereka saling klaim namun tidak jarang peristiwa berdarah tumpah di sana.
Kawasan itu, kini diwarnai persoalan sengketa lahan berkepanjangan. Konflik antara petani dan peternak muncul akibat perebutan wilayah. Bahkan, sebagian lahan yang ditetapkan sebagai areal pelepasan ternak melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 6 Tahun 2023 dilaporkan telah disertifikatkan atas nama pribadi.
Meski Pemda sudah menetapkan Perda seluas 3.634 hektar dengan batas: bagian timur adalah sungai di Jembatan Hodo I, bagian utara adalah Jalan Raya Kempo-Pekat dan hutan Produksi Gunung Tambora, bagian selatan Teluk Saleh (laut), dan bagian barat adalah Sungai Sori Tula.
Terendus kabar beberapa titik di areal itu, sudah disertifikat hak milik secara pribadi. Tepatnya di Doro Mboha dan sekitarnya. Tapi sejauh ini, kmbali1.com belum mendapatkan informasi detail berapa luas areal tersebut yang sudah disertifikatkan.
Namun berembus kabar di bawa payung hukum melalui perda diduga sudah diterbitkan ratusan sertifikat.
Sekretaris Himpunan Tani Ternak Dorocanga Kabupaten Dompu, Samsyul Rizal mengatakan maraknya penerbitan SHM di wilayah tersebut sangat meresahkan bagi peternak. Selain mengganggu ternak ketika merumput, juga menyebabkan resiko buruk bagi ternak.
Rizal klaim wilayah itu bukan untuk digarap atau disertifikatkan. Tapi untuk areal pelepasan ternak. Dia menegaskan wilayah itu telah dijaga oleh anggota ternak selama puluhan tahun lamanya.
Ia menduga adanya SHM atau aktivitas galian C di areal tersebut akibat ulah oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah di datang di savana. Jokowi juga pernah hadir di tempat itu tapi ketika mereka kembali ke jakarta malah muncul sertifikat baru,” ujar nya saat dialog bersama Bupati Dompu Bambang Firdaus, Kamis (2/10).
Selain muncul sertifikat, juga maraknya perusahaan lokal yang beroperasi di tempat itu. Seperti akvitas galian C. Kata dia Ini juga sangat meresahkan para peternak. Namun kabarnya mereka yang melakukan aktivitas tersebut sudah mengantongi izin.
Bupati Dompu Bambang Firdaus berjanji akan memutihkan sertifikat tanah hak milik di dalam wilayah areal pelepasan ternak.
“Meskipun bukan kewenangan saya untuk membatalkan sertifikat di areal pelepasan ternak tapi kami tetap melakukan kordinasi antar sektor dengan BPN,” ujarannya, Kamis (2/10).
Dalam laporan kmbali1.com pihak Usaha Tani Lestari (UTL) telah menyerahkan lahan untuk pelepasan ternak seluas 3.500 hektar. Namun hasil penelusuran, para petani mendapatkan jatah masing-masing 2 hektar. Mereka masuk wilayah tersebut dengan modus bergabung kelompok Tani Hutan (KTH) Lestari Alam Tambora dengan jumlah anggota sebanyak 733 orang.
Para oknum petani, sudah, sedang dan bakal menguasai wilayah tersebut untuk digarap dengan luas mencapai 1.000 hektar.
Manajer UTL, Muhdar menyayangkan ketika lahan itu digarap atau dikuasai petani. Padahal lokasi itu untuk pelepasan ternak demi kepentingan bersama.
“Berdasarkan hasil kesepakatan tahun 2019 pihak UTL sudah serahkan lahan itu untuk areal pelepasan ternak bukan untuk digarap petani,” pungkasnya. (Alon)