Foto Dokumen yang diduga bermasalah.

Dompu, kmbali1.com–Pusaran hukum yang menyeret anggota DPRD Provinsi NTB, Efan Limantika, kian bergulir. Dugaan pemalsuan dokumen dan penggelapan hak atas tanah yang membelit sang legislator kembali memanas setelah Polres Dompu menerbitkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pelapor.

SP2HP yang diterbitkan 25 Maret 2025 itu, terungkap rangkaian langkah penyidik. Sejumlah saksi kunci telah diperiksa, termasuk Saharuddin Ais. Zen, Didik Suharyadi, Suhardin Ais. Dou Disa, hingga Notaris.

Nama Jaenab, yang tercantum dalam dokumen bermasalah, juga turut diperiksa. Selain itu, beberapa pihak lain seperti A. Hamid, Lukman, Hawsah, dan Jubaidah dipanggil untuk dimintai keterangan.

Tak kalah penting, penyidik juga menyita Warkah Akta Jual Beli (AJB) dan dokumen peralihan Sertifikat Hak Milik (SHM) No. 417 atas nama M. Saleh dari Kantor Pertanahan Dompu. Barang bukti tersebut menjadi kunci untuk melacak alur kepemilikan tanah sejak 2015.

Laboratorium kriminalistik pun turun tangan. Tanda tangan Jaenab diperiksa secara forensik dan dituangkan dalam Berita Acara Nomor 479/DTF/2025.

Dalam SP2HP itu, juga disebutkan pula pasal yang disangkakan dengan dugaan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 372 KUHP Jo Pasal 385 KUHP, serta sejumlah pasal terkait pemalsuan dokumen otentik. 

Namun, di balik perkembangan penyidikan Polres Dompu, kuasa pelapor, Supardin Siddik., menuding ada sejumlah kejanggalan dalam penanganan perkara.

“Pengaduan kami sudah sejak Februari 2024, tapi prosesnya berlarut-larut. Bahkan dalam gelar perkara khusus, pihak pelapor tidak diberikan ruang hadir. Itu menimbulkan tanda tanya,” tegas Supardin, Sabtu (20/9) via whatsApp. 

Lebih lanjut, ia menguraikan sederet kecurigaan terhadap penyidik, mulai dari lambannya proses hukum, tidak jelasnya penetapan tersangka meski perkara sudah naik ke tahap penyidikan, hingga dugaan adanya perlindungan terhadap terlapor yang kini masih aktif sebagai wakil rakyat.

Ia juga mempertanyakan keberanian aparat penegak hukum dalam mengambil langkah tegas. Kata Supardin, pada panggilan pertama sebagai saksi Efan Limantika tidak hadir karena ada agendanya sebagai anggota legislator. Sementara panggilan kedua untuk hadir dengar kabar rencananya hari senin lusa. 

“Jika Efan Limantika ditetapkan tersangka, apakah mereka berani menahannya? Atau justru terus menunda dengan alasan politik?” tanya dia.

Sebelumnya, Anggota DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dari Fraksi Partai Golkar, Efan Limantika, akhirnya buka suara di hadapan penyidik Polda NTB.

Didampingi penasihat hukumnya, Apryadin, SH., Efan memenuhi undangan gelar perkara khusus yang digelar Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB, Rabu (16/9) kemarin. Agenda tersebut membahas laporan dugaan pemalsuan dokumen serta penggelapan hak atas tanah di Hu’u, yang menyeret namanya sebagai terlapor.

“Gelar perkara sudah dilakukan kemarin, saya hadir sebagai terlapor. Agenda itu dihadiri Kabag Wasidik, ahli hukum pidana, Irwasda, Bidpropam, dan penyidik Polda NTB,” kata Efan saat dikonfirmasi, Kamis (17/9) kemarin. 

Lebih jauh, Efan juga membeberkan bukti-bukti terkait keabsahan transaksi jual-beli tanah yang kini dipersoalkan. Menurutnya, Akta Jual-Beli (AJB) tanah pada tahun 2015 silam dilakukan secara sah di hadapan notaris. Saat itu, hadir penjual tanah Ibu Jaenab, istri dari almarhum M. Saleh, dan dirinya sebagai pembeli. Penandatanganan AJB juga disaksikan oleh Siti Nur, anak kandung Jaenab bersama suaminya. 

“Proses jual-beli dilakukan pada 2015 di hadapan notaris, dengan akta jual-beli (AJB) yang sah dan disaksikan pihak keluarga penjual. Bukti-bukti sudah kami serahkan kepada penyidik,” pungkasnya. (Alon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *